Etiologi dan Patogenesis Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak
Penyebab kelainan berbicara dan bahasa bisa bermacam-macam
yang melibatkan berbagai
faktor yang dapat saling mempengaruhi, antara lain kondisi lingkungan, pendengaran, kognitif,
fungsi saraf, emosi psikologis, dan lain sebagainya.
Gangguan bicara dan bahasa pada anak dapat disebabkan oleh kelainan berikut :
1. Lingkungan sosial dan emosional anak.
Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan perkembangan bahasa.
Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak,
termasuk lingkungan keluarga. Misalnya, gagap dapat disebabkan oleh kekhawatiran dan
perhatian orang tua yang berlebihan pada saat anak mulai belajar bicara, tekanan emosi pada
usia yang sangat muda sekali, dan dapat juga sebagai suatu respon terhadap konflik dan rasa
takut. Sebaliknya, gagap juga dapat menimbulkan problem emosional pada anak.
2. Sistem masukan / input.
Gangguan pada sistem pendengaran, penglihatan, dan defisit taktilkinestetik
dapat
menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak.
Dalam perkembangan bicara, pendengaran merupakan alat yang sangat penting. Anak
seharusnya sudah dapat mengenali bunyibunyian
sebelum belajar bicara. Anak dengan otitis
media kronis dengan penurunan daya pendengaran akan mengalami keterlambatan kemampuan
menerima atau mengungkapkan bahasa. Gangguan bahasa juga terdapat pada tuli karena
kelainan genetik dan metabolik (tuli primer), tuli neurosensorial (infeksi intrauterin : TORCH),
tuli konduksi seperti akibat malformasi telinga luar, tuli sentral (sama sekali tidak dapat
mendengar), tuli persepsi/afasia sensorik (terjadi kegagalan integrasi arti bicara yang didengar
menjadi suatu pengertian yang menyeluruh), dan tuli psikis seperti pada skizofrenia, autisme
infantil, keadaan cemas dan reaksi psikologis lainnya.
Anak dengan gangguan penglihatan yang berat, akan terganggu pola bahasanya. Pada anak
dengan defisit taktilkinestetik
akan terjadi gangguan artikulasi, misalnya pada anak dengan.
anomali alat bicara perifer, seperti pada labioskizis, palatoskizis dan kelainan bentuk rahang,
bisa didapati gangguan bicara berupa disartria.
3. Sistem pusat bicara dan bahasa.
Kelainan pada susunan saraf pusat akan mempengaruhi pemahaman, interpretasi, formulasi, dan
perencanaan bahasa, juga aktivitas dan kemampuan intelektual dari anak. Dalam hal ini,
terdapat defisit kemampuan otak untuk memproses informasi yang komplek secara cepat.
Kerusakan area Wernicke pada hemisfer dominan girus temporalis superior seseorang akan
menyebabkan hilangnya seluruh fungsi intelektual yang berhubungan dengan bahasa atau simbol verbal, yang disebut dengan afasia Wernicke. Penderita mampu mengerti katakata
yang
dituliskan atau didengar, namun tak mampu menginterpretasikan pikiran yang diekspresikan.
Apabila lesi pada area Wernicke ini meluas dan menyebar ke belakang (regio girus angular), ke
inferior (area bawah lobus temporalis), dan ke superior (tepi superior fisura sylvian), maka
penderita tampak seperti benarbenar
terbelakang total untuk mengerti bahasa dan
berkomunikasi, disebut dengan afasia global. Bila lesi tidak begitu parah, maka penderita masih
mampu memformulasikan pikirannya namun tidak mampu menyusun katakata
yang sesuai
secara berurutan dan bersamasama
untuk mengekspresikan pikirannya.
Kerusakan pada area bicara broca yang terletak di regio prefrontal dan fasial premotorik korteks
menyebabkan penderita mampu menentukan apa yang ingin dikatakannya dan mampu
bervokalisasi namun tak mampu mengatur sistem vokalnya untuk menghasilkan katakata
selain
suara ribut. Kelainan ini disebut afasia motorik, kirakira
95% kelainannya di hemisfer kiri.
Regio fasial dan laringeal korteks motorik berfungsi mengaktifkan gerakan otototot
mulut,
lidah, laring, pita suara, dan sebagainya, yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu, dan
perubahan intensitas yang cepat dari urutan suara. Kerusakan pada regioregio
ini menyebabkan
ketidakmampuan untuk berbicara dengan jelas.
Gangguan komunikasi biasanya merupakan bagian dari retardasi mental, misalnya pada sindrom Down. Pada anak dengan retardasi mental, terdapat disfungsi otak akibat adanya
ketidaknormalan yang luas dari struktur otak, neurotransmitter atau mielinisasi, sehingga
perkembangan mentalnya terhenti atau tidak lengkap, sehingga berpengaruh pada semua
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
4. Sistem produksi
Sistem produksi suara meliputi laring, faring, hidung, struktur mulut dan mekanisme
neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas untuk berbicara, bunyi laring,
pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara melalui aliran udara lewat laring, faring dan rongga
mulut.
Sumber : dokteranakku.com
yang melibatkan berbagai
faktor yang dapat saling mempengaruhi, antara lain kondisi lingkungan, pendengaran, kognitif,
fungsi saraf, emosi psikologis, dan lain sebagainya.
Gangguan bicara dan bahasa pada anak dapat disebabkan oleh kelainan berikut :
1. Lingkungan sosial dan emosional anak.
Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan perkembangan bahasa.
Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak,
termasuk lingkungan keluarga. Misalnya, gagap dapat disebabkan oleh kekhawatiran dan
perhatian orang tua yang berlebihan pada saat anak mulai belajar bicara, tekanan emosi pada
usia yang sangat muda sekali, dan dapat juga sebagai suatu respon terhadap konflik dan rasa
takut. Sebaliknya, gagap juga dapat menimbulkan problem emosional pada anak.
2. Sistem masukan / input.
Gangguan pada sistem pendengaran, penglihatan, dan defisit taktilkinestetik
dapat
menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak.
Dalam perkembangan bicara, pendengaran merupakan alat yang sangat penting. Anak
seharusnya sudah dapat mengenali bunyibunyian
sebelum belajar bicara. Anak dengan otitis
media kronis dengan penurunan daya pendengaran akan mengalami keterlambatan kemampuan
menerima atau mengungkapkan bahasa. Gangguan bahasa juga terdapat pada tuli karena
kelainan genetik dan metabolik (tuli primer), tuli neurosensorial (infeksi intrauterin : TORCH),
tuli konduksi seperti akibat malformasi telinga luar, tuli sentral (sama sekali tidak dapat
mendengar), tuli persepsi/afasia sensorik (terjadi kegagalan integrasi arti bicara yang didengar
menjadi suatu pengertian yang menyeluruh), dan tuli psikis seperti pada skizofrenia, autisme
infantil, keadaan cemas dan reaksi psikologis lainnya.
Anak dengan gangguan penglihatan yang berat, akan terganggu pola bahasanya. Pada anak
dengan defisit taktilkinestetik
akan terjadi gangguan artikulasi, misalnya pada anak dengan.
anomali alat bicara perifer, seperti pada labioskizis, palatoskizis dan kelainan bentuk rahang,
bisa didapati gangguan bicara berupa disartria.
3. Sistem pusat bicara dan bahasa.
Kelainan pada susunan saraf pusat akan mempengaruhi pemahaman, interpretasi, formulasi, dan
perencanaan bahasa, juga aktivitas dan kemampuan intelektual dari anak. Dalam hal ini,
terdapat defisit kemampuan otak untuk memproses informasi yang komplek secara cepat.
Kerusakan area Wernicke pada hemisfer dominan girus temporalis superior seseorang akan
menyebabkan hilangnya seluruh fungsi intelektual yang berhubungan dengan bahasa atau simbol verbal, yang disebut dengan afasia Wernicke. Penderita mampu mengerti katakata
yang
dituliskan atau didengar, namun tak mampu menginterpretasikan pikiran yang diekspresikan.
Apabila lesi pada area Wernicke ini meluas dan menyebar ke belakang (regio girus angular), ke
inferior (area bawah lobus temporalis), dan ke superior (tepi superior fisura sylvian), maka
penderita tampak seperti benarbenar
terbelakang total untuk mengerti bahasa dan
berkomunikasi, disebut dengan afasia global. Bila lesi tidak begitu parah, maka penderita masih
mampu memformulasikan pikirannya namun tidak mampu menyusun katakata
yang sesuai
secara berurutan dan bersamasama
untuk mengekspresikan pikirannya.
Kerusakan pada area bicara broca yang terletak di regio prefrontal dan fasial premotorik korteks
menyebabkan penderita mampu menentukan apa yang ingin dikatakannya dan mampu
bervokalisasi namun tak mampu mengatur sistem vokalnya untuk menghasilkan katakata
selain
suara ribut. Kelainan ini disebut afasia motorik, kirakira
95% kelainannya di hemisfer kiri.
Regio fasial dan laringeal korteks motorik berfungsi mengaktifkan gerakan otototot
mulut,
lidah, laring, pita suara, dan sebagainya, yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu, dan
perubahan intensitas yang cepat dari urutan suara. Kerusakan pada regioregio
ini menyebabkan
ketidakmampuan untuk berbicara dengan jelas.
Gangguan komunikasi biasanya merupakan bagian dari retardasi mental, misalnya pada sindrom Down. Pada anak dengan retardasi mental, terdapat disfungsi otak akibat adanya
ketidaknormalan yang luas dari struktur otak, neurotransmitter atau mielinisasi, sehingga
perkembangan mentalnya terhenti atau tidak lengkap, sehingga berpengaruh pada semua
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
4. Sistem produksi
Sistem produksi suara meliputi laring, faring, hidung, struktur mulut dan mekanisme
neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas untuk berbicara, bunyi laring,
pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara melalui aliran udara lewat laring, faring dan rongga
mulut.
Sumber : dokteranakku.com
0 Response to "Etiologi dan Patogenesis Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak"
Posting Komentar